Sunday, 19 October 2014

Perkoperasian di Indonesia

A.    Sejarah Perkoperasian di Indonesia
Pada tanggal 16 Desember 1895, Raden Aria Wiraatmadja, Patih Purwokerto, mendirikan De Purwokertosche Hulp en Spaarbank der Irlansdche (Bank Bantuan dan Simpanan Purwokerto), atau lebih di kenal dengan sebutan Bank Priyayi Purwokerto. Bank ini didirikan untuk membantu pegawai pemerintah (priyayi) terlepas dari jeratan lintah darat.
Muhammad Hatta berpendapat, bahwa Bank Priyayi Purwokerto bukan merupakan bank koperasi. Meskipun demikian, pendirian bank tersebut telah menggerakkan hati Asisten Residen De Wolff Van Westerrode  untuk mengembangkan koperasi-koperasi kredit di kalangan petani di Seluruh Karesidenan Banyumas. De Wolff Van Westerrode ingin mengembangkan koperasi kredit model Raiffeisen seperti yang pernah dilihatnya di Jerman. Tetapi upaya untuk mengembangkan koperasi model Raiffeisen ini tidak terlaksana. Menurut Ir. Ibnoe Soedjono kegagalan ini disebabkan karena adanya kesenjangan kultural (cultural gap) antara lingkungan ekonomi modern (tempat lahir koperasi Raiffeisen) dan lingkungan ekonomi tradisional (di Jawa dengan sistem gotong-royong yang sifatnya sosial). De Wolff Van Westerrode kemudian melakukan reorganisasi dengan mengubah nama bank yang didirikan Raden Arya Wiraatmadja itu menjadi Purwokertosche Hulp Spaar en Landbouwercredit Bank (Bank Bantuan dan Simpanan serta Kredit Petani Purwokerto). Bersamaan dengan perluasan bank itu, di seluruh Karesidenan Banyumas didirikan 250 lumbung desa yang bertugas memberikan kredit dalam bentuk padi.
Berdirinya Bank Priyayi Purwokerto mendorong pemerintah untuk mendirikan Volkscredit Bank (Bank Kredit Rakyat) di seluruh Jawa dan Madura. Pada tahun 1934, semua Volkscredit Bank disatukan menjadi Algemeene Volkscredit Bank yang memiliki cabang di seluruh Indonesia. Volkscredit Bank inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Pengembangan cita-cita koperasi di kalangan masyarakat Indonesia dimulai pada tahun 1908 oleh Budi Utomo. Berdasarkan pemikiran bahwa rakyat yang lemah ekonominya tidak akan bisa membentuk negara yang kuat, maka organisasi gerakan nasional menganjurkan pembentukan koperasi di kalangan rakyat atau membentuk sendiri koperasi-koperasi. Budi Utomo dan Serikat Dagang Islam (kemudian menjadi Serikat Islam) membentuk koperasi-koperasi rumah tangga atau toko koperasi (koperasi konsumen) yang disebut “toko andeel”. Tetapi karena pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola koperasi konsumen masih sangat kurang, maka koperasi-koperasi tersebut tidak bertahan lama.
Melihat perkembangan koperasi yang semakin memasyarakat, maka pemerintah Hindia Belanda memandang perlu untuk mengeluarkan peraturan perundangan yang mengatur kehidupan perkoperasian. Belanda mengeluarkan UU No. 431 Tahun 1915 yang isinya antara lain: harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi, sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa, harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral, dan proposal pengajuan harus berbahasa Belanda. Peraturan-peraturan tersebut dirasakan sangat rumit dan mahal bagi rakyat Indonesia. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda membentuk Komisi Koperasi yang terdiri dari 7 orang Belanda dan 3 orang Indonesia. Komisi ini bertujuan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan bagi koperasi di Indonesia. Atas rekomendasi Komisi Koperasi, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan UU No. 21 Tahun 1927. Undang-undang baru ini jauh lebih ringan dibanding UU No. 431 Tahun 1915, antara lain: hanya membayar 3 gulden untuk meterai, sistem usaha sesuai dengan hukum dagang masing-masing daerah, perizinan bisa diperoleh di daerah setempat, dan proposal pengajuan bisa menggunakan bahasa daerah.
Pada tahun 1927, dr. Soetomo mendirikan Indonesische Studieclub yang menghimpun segolongan kecil kaum intelektual yang antara lain mempelajari masalah perkoperasian.
Pada tahun 1929, Partai Nasional Indonesia menyelenggarakan Konggres Koperasi di Jakarta. Konggres ini membangkitkan kembali semangat berkoperasi masyarakat indonesia dan mendorong berdirinya banyak koperasi di Jawa. Kebangkitan koperasi ini mencapai puncaknya pada tahun 1932, setelah itu koperasi mengalami kemunduran. Hal ini menunjukkan dasar-dasar yang dimiliki koperasi-koperasi tersebut masih lemah.
Pada tahun 1933 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan UU No. 21 Tahun 1933 yang mirip UU No. 431 Tahun 1915. Dengan dikeluarkannya peraturan ini, maka di Hindia Belanda berlaku dua peraturan, yaitu: UU No. 21 Tahun 1933 dan UU No. 91 Tahun 1927.
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, Kantor Pusat Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri dibuka kembali dengan nama Syomin Kumiai Tyo Dyimusyo, sedangkan kantor-kantor di daerah menjadi Syomin Kumiai Tyo Sandansyo. Pemerintah Militer Jepang masih memakai UU No. 91 Tahun 1927 tentang perkoperasian dan mengeluarkan UU No. 23 yang mengatur tata cara pendirian perkumpulan dan penyelenggaraan persidangan, antara lain disebutkan bahwa untuk mendirikan perkumpulan, termasuk koperasi harus mendapat izin Shuchokan (setara dengan Residen).

Pada tanggal 1 Agustus 1944 pemerintah Jepang mendirikan Kantor Perekonomian Rakyat. Dengan berdirinya kantor ini, maka Jawatan Koperasi menjadi bagian dari Kantor Perekonomian Rakyat yang diberi nama Kumiai. Kumiai bertugas mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan koperasi. Kumiai oleh pemerintah Jepang digunakan untuk membagikan barang-barang kepada rakyat, dan untuk mengumpulkan hasil bumi untuk keperluan perang tentara Jepang.
Pada tahun 1945, dengan lahirnya kemerdekaan Republik Indonesia, maka semangat koperasi bangkit kembali. Ada dua penggaruh yang tampak menggebu dalam menggerakkan koperasi, yaitu semangat mendirikan koperasi secara besar-besaran untuk mencari keuntungan tanpa mengindahkan dasar-dasar koperasi yang benar, dan pengaruh jiwa kumiai yang menghendaki terbentuknya koperasi distribusi.
Pada tanggal 11-14 Juli 1947, orang-orang yang menghendaki tumbuh dan berkembangnya koperasi-koperasi dengan dasar-dasar yang murni kemudian menyelenggarakan Konggres Koperasi Indonesia I di Tasikmalaya. Dalam Konggres Koperasi Indonesia I ini dibentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang di kemudian hari menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN). Keputusan-keputusan lain yang diambil adalah menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari Koperasi dan mengukuhkan gotong-royong sebagai azas koperasi.
Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI mempunyai peranan besar dalam menggerakkan dan mengembangkan koperasi di Indonesia. Oleh sebab itu, dalam Konggres Besar Koperasi seluruh Indonesia II di Bandung tahun 1953, Muhammad Hatta dinobatkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Sejak itu gerakan koperasi mengalami konsolidasi dalam arti ideologis maupun organisasi. Apalagi setelah menjadi anggota Internasional Cooperative Alliance (ICA) pada tahun 1956.
Perkembangan Undang-undang Perkoperasian Setelah Kemerdekaan
pada tahun1949 pemerintah Indonesia mengganti UU No.91 Tahun 1927 dengan UU No. 179 Tahun 1949 yang pada hakekatnya adalah penterjemahan UU No. 21 Tahun 1927. Pada tahun 1958 pemerintah mengeluarkan UU No. 79 Tahun 1958 dan mencabut UU No. 179 Tahun 1949. UU No. 79 ini adalah undang-undang yang dibuat berdasarkan UUDS pasal 38 (kemudian menjadi UUD 1945 pasal 33).
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah mengeluarkan PP No. 60 Tahun 1959 untuk menyesuaikan fungsi UU No. 79 Tahun 1958 dengan haluan pemerintah dalam rangka melaksanakan demokrasi ekonomi terpimpin. Pada tahun 1965 pemerintah mengganti PP No. 60 Tahun 1959 dengan UU No. 14 Tahun 1965. Undang-undang baru ini sangat dipengaruhi oleh konsep pemikiran komunisme. Hal ini tampak dari konsepsi dan aktivitas koperasi yang harus mencerminkan gotong-royong berporos NASAKOM. UU No. 14 Tahun 1965 hanya bertahan dua bulan karena setelah itu terjadi peristiwa G-30 S/PKI dan lahirnya Orde Baru.
Setelah dua tahun koperasi dikembangkan tanpa undang-undang, karena pengganti undang-undang yang lama belum ada, maka pada tahun 1967 pemerintah mengeluarkan UU No. 12 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perkoperasian. Pada tahun 1992 pemerintah mencabut UU No. 12 Tahun 1967 karena dianggap sudah tidak relevan lagi dan mengeluarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Undang-undang ini kemudian berlaku sampai sekarang.

B.     Pengertian Koperasi
Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.

C.    Fungsi dan peran koperasi Indonesia

Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa.

D.    Koperasi berlandaskan hukum

Koperasi berbentuk Badan Hukum menurut Undang-Undang No.12 tahun 1967 adalah
ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama, berdasarkan asas kekeluargaan. Kinerja koperasi khusus mengenai perhimpunan, koperasi harus bekerja berdasarkan ketentuan undang-undang umum mengenai organisasi usaha (perseorangan, persekutuan, dsb.) serta hukum dagang dan hukum pajak.
E.     Pengertian Koperasi Menurut para Ahli
  • Menurut International Labour Organization (ILO): Cooperative defined as an association of person usually of limited means, who have voluntarily joined together to achieve a common economic end through the formation of a democratically controlled business organization, making equitable contribution to the capital required and accepting a fair share of the risk and benefits of the undertaking.
  • Menurut Arifinal Chaniago: Koperasi adalah suatu perkumpulan beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
  • Menurut P.J.V. Dooren: Koperasi tidaklah hanya kumpulan orang-orang, akan tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari badan-badan hukum (corporate).
  • Menurut Moh. Hatta: Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan prinsip seorang buat semua dan semua buat seorang.
  • Menurut Munkner: Koperasi adalah organisasi tolong menolong yang menjalankan urusniaga secara kumpulan, yang berazaskan konsep tolong menolong. Aktivitas dalam urusan niaga semata-mata bertujuan ekonomi, bukan sosial seperti yang dikandung gotong royong.
  • Menurut UU No. 25 1992: Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang beradasarkan atas azas kekeluargaan.
  • Dr. Fay ( 1980 ): Koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan dari sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.
  • R.M Margono Djojohadikoesoemo: Koperasi adalah perkumpulan manusia seorang-seoarang yang dengan sukanya sendiri hendak bekerja sama untuk memajukan ekonominya.
  • Prof. R.S. Soeriaatmadja: Koperasi adalah suatu badan usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang adalah juga pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk mereka atas dasar nir laba atau dasar biaya.
  • Paul Hubert Casselman: Koperasi adalah suatu sistem, ekonomi yang mengandung unsur sosial
  • Margaret Digby: Koperasi adalah kerja sama dan sipa untuk menolon
  • Dr. G Mladenat: Koperasi adalah terdiri atas produsen-produsen kecil yang tergabung secara sukarela untuk mencapai tujuan bersama dengan saling tukar jasa secara kolektif dan menanggung resiko bersama dengan mengerjakan sumber-sumber yang disumbangkan oleh anggota.
F.      Konsep Koperasi
1.      Konsep koperasi barat
Koperasi merupakan organisasi swasta, yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai persamaan kepentingan dan maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperasi.


Unsur-unsur positif konsep koperasi barat :
·         Keinginan individu dapat dipuaskan dengan cara bekerja sama antar sesama anggota, dengan saling membantu dan saling menguntungkan
·         Setiap individu dengan tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung resiko bersam
·         Hasil berupa surplus/keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan metode yang telah disepakati.
·         Keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukan sebagai cadangan koperasi 
Dampak langsung koperasi terhdan dikendalikan oleh adap anggotanya :
·         Promosi kegiatan ekonomi anggotanya
·         Pengembangan usaha perusahaan koperasi dalam hal investasi, formasi permodalan, pengembangan SDM, pengembangan keahlian untuk bertidak sebagai wirausahawan dan bekerja sama antar koperasi secara horizontal dan vertikal 
Dampak tidak langsung koperasi terhadap anggotanya :
·         Pengembangan kondisi sosial ekonomi sejumlah produsen skala kecil maupun pelanggan
·         Mengembangkan inovasi pada perusahaan skala kecil
·         Memberikan distribusi pendapatan yang lebih seimbang dengan pemberian harga yang wajar antar produsen dengan pelanggan, serta pemberian kesempatan yang sama kepada koperasi dan perusahaan kecil
2.      Konsep Koperasi Sosialis
Koperasi direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi, untuk menunjang perencanaan sosial. Menurut konsep ini koperasi tidak bekerja sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis.
3.       Konsep koperasi negara berkembang
·         Koperasi sudah berkembang dengan ciri tersendiri, yaitu dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya
·         Perbedaan dengan konsep sosialis, pada konsep sosialis, tujuan koperasi untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan pribadi ke pemilikan kolektif sedangkan konsep koperasi negara berkembang, tujuan koperasi adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi.
G.    Prinsip Koperasi
Prinsip koperasi adalah suatu sistem ide-ide abstrak yang merupakan petunjuk untuk membangun koperasi yang efektif dan tahan lama.[3] Prinsip koperasi terbaru yang dikembangkan International Cooperative Alliance (Federasi koperasi non-pemerintah internasional) adalah
Di Indonesia sendiri telah dibuat UU no. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Prinsip koperasi menurut UU no. 25 tahun 1992 adalah:
  • Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
  • Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
  • Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
  • Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
  • Kemandirian
  • Pendidikan perkoperasian
  • Kerjasama antar koperasi
Prinsip Koperasi berdasarkan UU No. 17 Th. 2012, yaitu:
  • Modal terdiri dari simpanan pokok dan surat modal koperasi(SMK)
H.    Bentuk dan Jenis Koperasi
1.      Jenis Koperasi menurut fungsinya
  • Koperasi pembelian/pengadaan/konsumsi adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi pembelian atau pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan anggota sebagai konsumen akhir. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pembeli atau konsumen bagi koperasinya.

·         Koperasi penjualan/pemasaran adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi distribusi barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggotanya agar sampai di tangan konsumen. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pemasok barang atau jasa kepada koperasinya.

·         Koperasi produksi adalah koperasi yang menghasilkan barang dan jasa, dimana anggotanya bekerja sebagai pegawai atau karyawan koperasi. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pekerja koperasi.

·         Koperasi jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa yang dibutuhkan oleh anggota, misalnya: simpan pinjamasuransiangkutan, dan sebagainya. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pengguna layanan jasa koperasi.

Apabila koperasi menyelenggarakan satu fungsi disebut koperasi tunggal usaha (single purpose cooperative), sedangkan koperasi yang menyelenggarakan lebih dari satu fungsi disebut koperasi serba usaha (multi purpose cooperative).
1.      Jenis koperasi berdasarkan tingkat dan luas daerah kerja
·         Koperasi Primer
Koperasi primer ialah koperasi yang yang minimal memiliki anggota sebanyak 20
orang perseorangan.

·         Koperasi Sekunder
Adalah koperasi yang terdiri dari gabungan badan-badan koperasi serta memiliki cakupan daerah kerja yang luas dibandingkan dengan koperasi primer. Koperasi sekunder dapat dibagi menjadi,
·         Koperasi pusat 
Koperasi yang beranggotakan paling sedikit 5 koperasi primer
·         Gabungan koperasi 
Koperasi yang anggotanya minimal 3 koperasi pusat
·         Induk koperasi
Koperasi yang minimum anggotanya adalah 3 gabungan koperasi

2.      Jenis Koperasi menurut status keanggotaannya

·        Koperasi produsen adalah koperasi yang anggotanya para produsen barang/jasa dan memiliki rumah tangga usaha.

·        Koperasi konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang/jasa yang ditawarkan para pemasok di pasar.

Kedudukan anggota di dalam koperasi dapat berada dalam salah satu status atau keduanya. Dengan demikian pengelompokkan koperasi menurut status anggotanya berkaitan erat dengan pengelompokan koperasi menurut fungsinya.

DAFTAR PUSTAKA




Monday, 28 April 2014

Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Di Berbagai Provinsi Di Indonesia

KEMISKINAN

Kemiskinan timbul akibat perbedaan kemampuan, perbedaan kesempatan, dan perbedaan sumberdaya. Kemiskinan harus diperangi, bukan hanya oleh mereka yang mengalaminya, tetapi juga oleh orang yang berada di luar kemiskinan itu. Mengapa demikian? Karena memerangi kemiskinan adalah tanggung-jawab semua orang, sebagai umat beragama, sebagai anggota masyarakat sosial, sebagai pemimpin, birokrat, ilmuwan, akademisi, dan sebagai makhluk hidup (Maipita, 2013).
Penetapan jumlah masyarakat miskin, telah menjadi polemik yang berkepanjangan terutama di Indonesia. Ada yang berpendapat garis kemiskinan kita terlalu rendah, pendekatannya tidak cocok, kurang manusiawi dan lainnya. Apa sesungguhnya garis kemiskinan itu dan bagamana ia menentukan besar-kecilnya angka kemiskinan?
Agar lebih mudah menentukan apakah seseorang tergolong miskin atau tidak, diperlukan suatu patokan yang disepakati atau ditetapkan. Berdasarkan patokan inilah dipetakan posisi setiap individu atau rumahtangga, apakah berada di atas, di bawah, serta seberapa jauh posisinya di atas atau di bawah patokan. Patokan inilah yang disebut dengan garis kemiskinan (GK).
 Garis kemiskinan dapat juga diartikan sebagai tingkat pendapatan atau pengeluaran yang ditetapkan, dimana bila pendapatan seseorang berada di bawah tingkatan tersebut, maka ia dikatakan miskin (Melbourne Institute, 2012). Oleh karena itu, garis kemiskinan sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya angka kemiskinan. Semakin tinggi garis kemiskinan, akan semakin banyak masyarakt yang tergolong miskin.
Berbagai hal akan mempengaruhi garis kemiskinan seperti, konsep kebutuhan dasar, konsep kesejahteraan, lokasi, dan tingkat harga. Akibat berbagai faktor, misalnya biaya transportasi dan ketersediaan barang, maka harga barang dan jasa di suatu daerah dapat berbeda dengan daerah lain.


PENGANGGURAN

Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah- masalah sosial lainnya. Besarnya tingkat pengangguran di Indonesia merupakan masalah ketenagakerjaan yang paling mengkhawatirkan.
Pengangguran tidak hanya menimbulkan masalah ekonomi tetapi juga memberikan dampak luas di bidang sosial, keamanan dan politik yang pada ujungnya akan menimbulkan gangguan, stabilitas nasional. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya, yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang dari pengangguran adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.


KESENJANGAN

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di Negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia.

Di Indonesia, pada awal pemerintahan orba pembuat kebijakan dan perencana pembangunan ekonomi di Jakarta masih sangat percaya bahwa proses pembangunan ekonomi akan menghasilkan apa yang dimaksud dengan trickle down effects, yang menjadi salah satu topic penting di dalam literature pembangunan ekonomi di Negara-negara berkembang pada decade 1950an dan 1960an.


Dalam kasus ini saya mencoba untuk menjelaskan perbandingan kesejahteraan masyarakat pulau Jawa (Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan diluar pulau Jawa seperti Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, NTB (Nusa Tenggara Barat), Papua Barat.

1.    Banten Pada bulan September 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Banten mencapai 682,71 ribu orang (5,89 persen), meningkat 26,47 ribu orang, dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang sebesar 656,24 ribu orang (5,74 persen). Pada periode yang sama juga tercatat penurunan jumlah pengangguran terbuka sebesar 26.782 orang, dengan kata lain, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun dari 10,74 persen menjadi 10,10 persen. Selama setahun terakhir (Februari 2012 – Februari 2013), hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja. Lapangan usaha dengan penyerapan tenaga kerja terbanyak terdapat di sektor Perdagangan yang menyerap 1.243.486 orang atau hampir dari seperempat penduduk yang bekerja (25,25 persen).



2.    DKI JAKARTA Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta mencapai 354,19 ribu orang (3,55 persen), berkurang sebesar 9,01 ribu orang (0,14 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2012 yang sebesar 363,20 ribu orang (3,69 persen). Jika dibandingkan dengan bulan September 2012, penduduk miskin berkurang sebesar 12,6 ribu orang (0,15 persen).  Jumlah angkatan kerja pada Februari 2013 tercatat 5,16 juta orang, berkurang sekitar 119,28 ribu orang dibandingkan jumlah angkatan kerja pada Februari 2012 sebesar 5,28 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi DKI Jakarta pada Februari 2013 sebesar 4,65 juta orang, berkurang sekitar 65,94 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2012 sebesar 4,72 juta orang.



3.    Jawa Barat Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada bulan Maret 2013 sebesar 4.297.038 orang (9,52 persen). Dibandingkan dengan bulan September 2012 yang berjumlah 4.421..484 orang (9,89 persen), jumlah penduduk miskin bulan Maret 2013 mengalami penurunan sebesar 124.446 orang (0,37 persen). Jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Barat pada Februari 2013 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan Februari 2012. Pada bulan Februari 2013 penduduk yang bekerja tercatat sebanyak 18.573.371 orang, mengalami kenaikan 403.719 orang dibandingkan Februari tahun yang lalu sebanyak 18.169.652 orang.



4.    Jawa Tengah Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada September 2012 mencapai 4,863 juta orang (14,98 persen), berkurang 113,96 ribu orang (0,36 persen) jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebesar 4,977 juta orang (15,34 persen). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Februari 2013 mencapai 5,57 persen, mengalami penurunan sebesar 0,06 persen dibanding TPT Agustus 2012 dengan nilai TPT sebesar 5,63 persen dan jika dibandingkan dengan Februari 2012 juga mengalami penurunan sebesar 0,31 persen poin dengan nilai TPT sebesar 5,88 persen.



5.    Jawa Timur  Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada bulan September 2013 dibandingkan September 2012 turun sebesar 0,35 poin persen dari 13,08 persen pada September 2012 menjadi 12,73 persen pada September 2013. Sedangkan dibandingkan dengan keadaan Maret 2013, penduduk miskin mengalami kenaikan yaitu dari sebanyak 4.865,82 ribu (12,73 persen) atau naik 0,18 persen dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2013 yang mencapai 4.771,26 ribu(12,55 persen). Data yang dirilis BPS Jatim per Pebruri 2013, bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Timur pada Februari 2013 mencapai 4,00 persen, menurun dibanding TPT Agustus 2012 (4,12 persen) dan TPT Februari 2012 (4,14 persen). Jumlah angkatan kerja di Jawa Timur pada Februari 2013 mencapai 20,095juta orang, bertambah sekitar 0,194 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2012 sebesar 19,901 juta orang, dan juga lebih tinggi 0,264 juta orang dibanding Februari 2012 sebesar 19,831 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Timur pada Februari 2013 mencapai 19,291 juta orang, bertambah sekitar 0,209 juta orang dibanding keadaan Agustus 2012 sebesar 19,082 juta.



6.    DIY(Daerah Istimewa Yogyakarta) Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada September 2013 sebesar Rp 303.843,- perkapita per bulan. Sementara garis kemiskinan pada Maret 2013 sebesar Rp 283.454,- per kapita perbulan, atau garis kemiskinan mengalami kenaikan sekitar 7,19 persen. Bila dibandingkan kondisi September 2012 yang sebesar Rp 270.110,- per kapita per bulan maka dalam kurun satu tahun terjadi kenaikan sebesar 12,49 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) DIY baru saja melansir jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) DIY Agustus 2013 mencapai 3,34% atau mengalami penurunan 0,63 poin dibanding TPT Agustus 2012 sebesar 3,97%.



7.    Sumatera Barat Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada September 2013 adalah 380.626 jiwa. Dibanding Maret 2013 (407.470  jiwa) turun sebanyak 26.844 jiwa. Menurut wilayahnya, perkotaan meningkat sebanyak 5.356 jiwa, sebaliknya jumlah penduduk miskin perdesaan mengalami penurunan sebanyak 32 201 jiwa. Secara persentase, penduduk miskin turun sebesar 0,58 persen dari periode Maret 2013 ke September 2013 yaitu dari 8,14 persen menjadi 7,56 persen. Jumlah penduduk yang bekerja di Sumatera Barat pada Agustus 2013 mencapai 2.005,6 ribu orang, berkurang 32,0 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2012 sebesar 2.037,6 ribu orang atau berkurang 65,1 ribu orang dibandingkan keadaan Agustus 2011 sebesar 2.070,7 ribu orang.  Jumlah pengangguran pada Agustus 2013 mengalami peningkatan sebanyak 8,5 ribu orang menjadi 150,7 ribu orang dibandingkan  dengan keadaan Agustus 2012 yaitu sebanyak 142,2 ribu orang.



8.    Kalimantan Tengah  Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Kalimantan Tengah pada Maret 2013 sebesar 136.953 orang (5,93 persen), berkurang 11.094 orang (0,58 persen) dibandingkan Maret 2012 yang mencapai 148.047 orang (6,51 persen).  Selama periode Maret 2012 – Maret 2013 penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 846 orang (dari 32.386 orang pada Maret 2012 menjadi 33.232 pada Maret 2013), sementara di daerah perdesaan berkurang 11.940 orang (dari 115.661 orang pada Maret 2012 menjadi 103.721 orang pada Maret 2013). Jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Kalimantan Tengah pada Februari 2013 mencapai 1.136.066 orang bertambah sebanyak 65.856 orang dibanding keadaan Agustus 2012 dan bertambah sebanyak 9.493 orang dibanding keadaan Februari 2012. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Kalimantan Tengah pada Februari 2013 sebesar 1,82 persen, mengalami penurunan dibandingkan TPT Agustus 2012 yang mencapai 3,17 persen dan TPT Februari 2012 sebesar 2,7 persen.



9.    Sulawesi Tenggara Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September 2013 adalah 326,71 ribu orang (13,73 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2013 yang berjumlah 301,71 ribu orang (12,83 persen), berarti jumlah penduduk miskin naik 25,00 ribu orang (0,90 poin persen).Selama periode Maret 2013 - September 2013, penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 20,01 ribu orang, sementara di daerah perkotaan bertambah 4,99 ribu orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Tenggara pada Agustus 2013 mencapai 4,46 persen, mengalami kenaikan sebesar 0,42 persen poin dibanding TPT Agustus 2012 sebesar 4,04 persen. TPT tertinggi adalah di Kota Kendari yaitu sebesar 9,55 persen dan TPT terendah adalah di Kabupaten Konawe Selatan yaitu sebesar 0,46 persen.Sektor pertanian, sektor jasa, dan sektor perdagangan secara berurutan menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja pada bulan Agustus 2013, masing-masing sebesar 402.377 orang (41,53 persen), 185.858 orang (19,18 persen), dan 176.665 orang (18,23 persen).



10.  Nusa Tenggara Barat (NTB) Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat pada September 2012 mencapai 828,33 ribu orang (18,02 persen), berkurang 24,3 ribu orang (2,85 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebesar 852,64 ribu orang (18,63 persen). Selama periode Maret – September 2012, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 18,0 ribu orang (dari 433,34 ribu orang pada Maret 2012 menjadi 415,38 ribu orang pada September 2012), sementara di daerah perdesaan berkurang 6,4 ribu orang (dari 419,31 orang pada Maret 2012 menjadi 412,94 ribu orang pada September 2012). Jumlah penduduk yang bekerja di Nusa Tenggara Barat pada Agustus 2013 mencapai 1.981.842 orang, berkurang sekitar 133.501 orang dibanding keadaan Februari 2013 yang berjumlah 2.115.343 orang atau bertambah 3.078 orang dibanding keadaan Agustus 2012 yang berjumlah 1.978.764 orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Nusa Tenggara Barat pada Agustus 2013 mencapai5,38 persen, mengalami kenaikan dibanding TPT Februari 2013 (5,37 persen) dan juga mengalami kenaikan dibandingkan dengan TPT Agustus 2012 (5,26 persen).



11.  Papua Barat Jumlah penduduk yang bekerja di Nusa Tenggara Barat pada Agustus 2013 mencapai 1.981.842 orang, berkurang sekitar 133.501 orang dibanding keadaan Februari 2013 yang berjumlah 2.115.343 orang atau bertambah 3.078 orang dibanding keadaan Agustus 2012 yang berjumlah 1.978.764 orang.Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Nusa Tenggara Barat pada Agustus 2013 mencapai 5,38 persen, mengalami kenaikan dibanding TPT Februari 2013 (5,37 persen) dan juga mengalami kenaikan dibandingkan dengan TPT Agustus 2012 (5,26 persen). Jumlah angkatan kerja di Provinsi Papua Barat mencapai 370.750 orang, turun sebesar4.439 orang dibandingkan Februari 2013 dan naik sebesar 9.153 orang dibandingkan satu  tahun yang lalu (Agustus 2012) Penduduk yang bekerja berkurang sebanyak 4.811 orang dari Februari 2013 dan bertambah11.878 orang dibanding keadaan Agustus 2012.Pada bulan Agustus 2013 pengangguran mencapai angka 17.131 orang, meningkat 372 orang dibanding Februari 2013 namun menurun sebanyak 2.725 orang dari Agustus 2012. Pada bulan Agustus 2013 TPT sebesar 4,62 persen menurun sebesar 0,15 persen dibandingkan Februari 2013 dan juga turun 1,02 persen dibandingkan Agustus 2012.



KESIMPULAN
Menurut saya, dari seluruh data diatas apabila kita bandingkan akan menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia paling banyak terdapat di Jawa Timur, yang jumlahnya 5,1 juta. Catatan sebagai kantong kawasan kaum miskin tentu saja membuat warga dan pemerintah di Jawa Timur, perlu terus bekerja dalam menanggulangi angka kemiskinan, pengangguran serta kesenjangan yang terjadi pada daerah tersebut. Akan tetapi ada baiknya pemerinta diseluruh daerah Indonesia harus selalu memperhatikan rakyat yang kurang mampu agar dapat terciptanya kesejahteraan yag merata. Kemudian, diharapkan pemerintah juga lebih peka terhadap pentingnya pendidikan guna untuk membangun SDM yang lebih baik, khususnya pendidikan untuk di daerah-daerah terpencil yang minimnya sarana pendidikan. Lalu, diharapkan juga pemerintah dapat membuka lapangan pekerjaan yang luas agar bisa menampung para pengangguran yang jumlahnya semakin meningkat dan dengan cara itulah niscaya kesenjangan pun akan terhindarkan sera seluruh rakyat Indonesia menjadi sejahtera.

SUMBER: